Awalnya senyap memanggil Fajar..
Ia tak sedang dan enggan berkawan..
Selamat pagi Sang Fajar..??
Selamat membawa dingin yg tak kunjung usai untuk buana..
Lalu kenapa kau begitu egois..?
Sudah membawa beku pada kuku, nah sekarang sudah hilang..
Sekejap acuh dari pandangan..
Aku mana tahu kapan kau kembali mengguyurku dengan dingin..
Lalu Fajar hilang dan berganti dengan terik siang yang menjelang..
Selamat siang Sang Terik..??
Apa masih suka kamu meneriaki dunia dengan tubuhmu..??
Banyak yang begitu memaki tanpa mereka-mereka it tahu..
Menghujat dan keluhan yang ada ketika sinarmu luar biasa membuncah..
Tapi kau juga pergi seperti Fajar itu..
Dalam diam yang berkepanjangan..
Senyap berlalu menemukan teman baru bernama senja..
Selamat sore Nona Senja..??
Selamat merapal aksara di sisa surya menjingga..
Terimakasih sudah berteman denganku..
Aku tahu sebentar lagi waktumu habis kan?
Tak apa, Tak mengapa..
Aku tlah biasa..
Pilihan terakhirku tinggal hanya Pekat..
Kemana dia..?
Tak rindukah dia pada resahku..?
Ah itu dia..
Selamat malam duhai Pekat..?
Selamat menyelimuti
jutaan pasang mata didunia..
Selamat memejamkan cemas-cemas di paras mereka...
Temani aku hingga bosan menyetiai revolusi..
Yah..?
Dinding Abu-abu
Tak mudah untuk berbicara tetapi aku masih mampu untuk melakukan... karena kemampuan tak hanya dilihat dari retorika namun juga perbuatan...
Senin, 04 Februari 2013
Kamis, 30 Agustus 2012
Adakah Engkau Yang Datang
Adakah
engkau yang datang, Tuan…?? Hilang tapi disini..
Masihkah
iramamu bersemayam di kering malam…??
Adalah
aku hingga waktu berubah detak,menanti hingga patah..
Pada
tiap kedip teduh yang jatuh, bathinku luruh nan luluh..
Sebab
petanglah yang mendenyutkan nadi sajakku, yg menggulitakan aksara demi aksara..
Aku
mengerti bahwa akan ada langit yang tersenyum setelah hujan berhenti menangis..
Tentang
temaram yang menanggung lebam, tentang nestapa asmara terbungkam , tentang kita
serta dia dengan rasa terdalam…
Aku
ingin diri melupa, tentang kisah yg pernah terasa tersalah…
Ketika
sejenak beradu tatap, semua yg menggetarkan kalbu sungguh sangat tersesali..
Tatap
piluku hingga engkau kan menahu aku selalu terbayang rupa kehilangan…
Tatap
peluhku hingga engkau paham aku sudah seperti kembara malam yg dihadiahi kabut…
Diam-diam
aku, Tuan.. menangisi lirih kerinduan..
Semua
terasa lain, saat gelap menjadi benar benar pekat..
Saat
terik berubah rintik..
Saat
kau tak pulangkan senyum manisku…
Sungguh,
demi beku yang menemaniku kembali..
Di
genggaman aku melupa, ini basah hujan atau tetesairmata..
Namun
Tuan, jangan tertegun fikir.. besok pagi masih kuhidang riang hangatku..
Karena
aku hanya tercipta dari sepah-sepah sendu..
Yang
mudah rapuh di tiup gelombang resah..
Selasa, 19 Juni 2012
Mimpi pun menua
Telah
kuterjemahkan gemuruh getar di himpitan fajar dan letihnya pelangi.. Tak
kusangka merahnya menyalakan setimbun murka pada lusuh petang.. Kuningnya
mengalungi leher nurani yang tak lagi angkuh..
Mimpiku sudah semakin menua,
sayang.. Tak ayal rasanya aku bermanja terus dengan resah yg berpagut.. Memungut
senja yang tersisapun aku telah menyerah… Aku hanya
bila akan bersemangat, jika mentari yang menyuruh.. Karena aku memang tak ingin
terlihat serapuh raga embun pagi.. Aku tak mau kalah pada pelangi sehabis hujan
sore.. Aku ingin bertanya sesuatu yg cukup lama berputar-putar di kepala besar
ini.. Adakah kau pernah meminta hujan untuk tak membasahiku? Memohon pada sang
Tuan malam untuk menjaga senyum renyahku? Sebenarnya aku tlah kehabisan kata
mendefinisikan maya.. Sekarang hanya ada dinding abu-abuku yang tersenyum utuh untuk
mendengar ku bercerita.. Sudah tak
kenal lagi aku dengan dialek malam, dibumbui remang-remang temaram, seperti
mengirit sesak di bathin yang mengelupas pilu... Sudah tak ingin kenal lagi aku
dengan silaunya panas, diracuni cebis-cebis tanya, semacam menggoda peluh di
tubuh yang menguliti terik.. Sudah tak ingin kenallah rasanya aku dengan
kemilau kelam, dikerubungi oleh angan-angan raksasa, sejenis melepas pakaian
ketergantungan yang membuat gerah radikal berfikir.. Kali ini, dicelah tubuh
hujan aku disuguhhi tarian kunang-kunang di kiri-kanan ekor mata, menggigil di
rajam dingin.. Petangku ditebas hunus
tatapan mereka, aku sempat menatap wajah yang resah berapi di genggaman
cerminku.. Rasanya ingin kukembalikan sinar pada bulan, hangat pada mentari dan
gelap pada malam.. Aku rindu samar suara yang mengalun di telinga. Memejamkan
malam. Dalam diam yg berjarak, malam kita membisu...
Rindu pun membeku...Oohh... Kau rupanya sedang berceritera manja pada
siang...Ahay,, sesak dadaku terlalu sering mengirit nafas...
Senin, 28 Mei 2012
Untittled..
Dalam diam yang berjarak..
Sore kita membeku..
Masih rasanya nestapa bergejolak dalam benak..
Terucap oleh mulut..
Terngiang ditelinga...
Terbawa oleh debu..
Aku semakin tersalah melayani godaan rindu yang ramah menyapa..
Tandatanyaku menggunung ketika membenarkan rupamu telah memesonaku..
Wahai yang menjanjikan senyuman..
Tetaplah menjadi benderang dalam gulitaku..
Seiring irama do'a dalam bathin yang selalu berkumandang..
Asa ini telah mengeping seutuh wujudnya..
Selasa, 03 Januari 2012
Sederet Bait Perempuan Senja
Sebaris kisah dia hadirkan dipelupuk fajar..
Tak perlulah menggambar muka dengan seperangkat alat make up mahal..
Karena baginya kecantikan bukan sebatas sepotong kaki memakai high heels..
Bukan berselimut jubah-jubah mahal berkalung mutiara laut..
Lalu tas-tas import digantungkan di ujung tangan sebelah kiri layaknya istri pejabat yang mendongakkan kepala dan busungkan dadanya ketika mengayunkan langkah..
Bukan seperti itu dipikirannya..
Hhh.. CANTIK...!!
Sudah lama tak ada yang menyebutnya seperti itu..
Ia ingat sekali, dahulu...
Kala bibir manis pria pujangga mengurai definisi kecantikannya dalam sepenggal puisi..
Dia berujar, Aku hanya tinggal memiliki satu penguat di belahan buana yang fana ini setelah seorang ibu.
Kau tak kalah mempesonaku atas pesona-pesona perempuan lalu..
Sekejap semua itu bisa terasa memuakkan bagiku,
Namun demi Tuhan aku tidak menghamba kecantikanmu..
Yang teramat terngiang menggantung didaun telingaku adalah ketika setiap pagi kau bisikkan sesuatu untuk membangunkanku.. mengecup dahiku.
"Selamat pagi"
Suara lembut itu lagi, setiap pagi.
Kau tambah pula hadiahkan aku bonus sepasang anak yang meriangkan hati..
Setumpuk resahmu nan menggemaskanku saat aku terlambat pulang.
Kau tak pernah marah, malah tiba-tiba sudah ada secangkir teh hangat itu.
Tak cukup kutarikan pena ini mengukur budi dan setiamu.
Lalu katakan dengan apa aku membalasmu...??
Tetaplah seperti ini Sang Penguat, jangan pernah merasa rapuh sedetikpun.
Butir-butir airmata berlomba lari membersihkan pipinya yang berdebu.. membasuh pipinya yang keriput.
Badannya memang tak sekuat baja, Belulangnya tak sekokoh kala waktu..
Dia hanya bertumpu pada kaki sendiri sejak pujangganya tlah terbang sendiri.
Dia hanya memiliki sepasang senyum adam dan hawanya..
Dia nikmati belaian matahari, ramahnya hujan, peluh demi peluh seperti mandi di terik bolong saja..
Dia jauh sekali dari kata cantik yang biasanya..
Sudah petang, saatnya ia tinggalkan pinggiran senja.
Bersama pecahan kaki yang sudah usang..
Dia tlah ada di gubuk surga kecilnya..
Berdoa dalam sesaknya nurani, sebutir doa dia panjatkan pada sang Rafi..
"Jaga anak-anakku ketika aku tak disamping inginnya Tuhan.."
Dia bangkit dari do'anya dan menyandingkan pena dengan secarik kertas.
Ia tulis surat untuk dihantar pada Bapak Post besok pagi.
Tak peduli entah dia hantar ke alamat mana.
Sepenggal suratnya berbunyi...
"Aku sudah serenta ini..
Teramat lama kau tak kembali, kadang aku iri pada pelangi.
Bisa tersenyum padamu setiap hari..
Sudah bukan rindu lagi ini kusebut,
Walau kau selalu hadir di penghujung lelahku setiap malam di selaksa mimpi.
Bukan ini yang kudamba, biarlah kaki penuh luka, berpeluh darah, menangisi takdir..
Aku hanya ingin rebahkan letihku di pundakmu, semenit saja.
Lalu akan kuteruskan takdir ini.."
Senin, 02 Januari 2012
Pahamku Terdedah
Dan kutahui satu makna yang berdetak..
Bagai terang lilin yang hilang terhembus..
Kupancang tajam nama yang terpatri di otak kecilku..
Hingga menyisa cebis-cebis kenang..
Menuai kealpaan di selaksa tak biasa..
Dan kunyana satu paham yang terdedah..
Bak debu-debu tergilas hempas angin..
Aku menari ditengah dendang-dendang sepi malamku..
Seakan menghamba dihadiahkan seuntai bayang..
Dan kusingkap sebuah tingkap tertutup..
Meraba makna.. Di sela-sela remuk-redam luar-dalam raga..
Jemariku menjuntai pesonamu yang melenakan..
Masih menyisa butir pahit senyum di kedua lubang lesung pipi..
Ahh.. Semoga pelitamu tak mengalahkan doa-doaku..
Sungguh, dalam mayaku ingin kuikuti semua sujud nyatamu..
Bagai terang lilin yang hilang terhembus..
Kupancang tajam nama yang terpatri di otak kecilku..
Hingga menyisa cebis-cebis kenang..
Menuai kealpaan di selaksa tak biasa..
Dan kunyana satu paham yang terdedah..
Bak debu-debu tergilas hempas angin..
Aku menari ditengah dendang-dendang sepi malamku..
Seakan menghamba dihadiahkan seuntai bayang..
Dan kusingkap sebuah tingkap tertutup..
Meraba makna.. Di sela-sela remuk-redam luar-dalam raga..
Jemariku menjuntai pesonamu yang melenakan..
Masih menyisa butir pahit senyum di kedua lubang lesung pipi..
Ahh.. Semoga pelitamu tak mengalahkan doa-doaku..
Sungguh, dalam mayaku ingin kuikuti semua sujud nyatamu..
Esok Masih Indah
Bau hujan malam ini.. Mendamaikan nurani..
Membuat intuisi berotasi sendiri..
Aku sedang tak membenarkan cemas...
Mengkubu-kubukan diri...
Aku sedang tak membenarkan penat...
Mendewasakan diri dilaci otak ini...
Tapi aku membenarkan impi diselaksa pagi....
Berharap masih bisa mencium aroma fajar esok pagi...
Mengendus bau dedaun basah.. Reranting busuk.. Rerumput hijau...
Ahh...
Esok masih indah sayang...
Tak ayal benar kita berkubang dilubang salah sekali lagi....
Tak ayal benar kita terperosok dilembah khilaf sekali lagi...
Tenang sayang,, semoga aku bisa jadi perempuanmu yg perkasa...
Karena masih ada esok yang benarbenar masih indah....
Langganan:
Postingan (Atom)